Bernhard Bart datang ke Sumatera Barat, Indonesia, pada tahun 1996, untuk belajar bahasa tersebut. Saat melakukan perjalanan cukup jauh di wilayah ini, ia segera melihat penurunan semua jenis kerajinan tangan, terutama tenun songket, yang dulunya berkembang pesat. Ia memutuskan bahwa ada sesuatu yang harus dilakukan untuk menjaga pengetahuan tentang kerajinan tradisional ini tetap hidup dan ingin membuktikan bahwa menenun songket dengan kualitas yang sama seperti dulu masih bisa dilakukan.
Ia mulai meneliti dan mendalami songket Minangkabau dan kemudian songket dari seluruh Sumatera. Penelitian ini masih berlanjut hingga saat ini. Ia mendokumentasikan pola songket dan memiliki koleksi foto lebih dari 2000 tekstil songket kuno yang berbeda. Ia mulai bekerja dengan tiga penenun di wilayah tersebut untuk mempraktikkan temuannya dan bereksperimen dengan alat tenun, benang, dan pola.
Bernhard memutuskan untuk membangun rumah dengan sanggar tenun yang berdekatan sehingga segala kebutuhan untuk memproduksi tekstil songket dapat dilakukan dalam satu atap. Sesuai rancangannya sendiri, hal ini diwujudkan pada tahun 2008, di Batu Taba, sebuah desa tak jauh dari kota Bukittinggi, dataran tinggi Sumatera Barat, di Kabupaten Agam yang dulunya merupakan sentra tenun yang berkembang pesat.
Studio ini secara bertahap menjadi sukses. Pada bulan November 2012, dua kain bahunya menerima Penghargaan Keunggulan Kerajinan Tangan UNESCO, Asia Tenggara. Dua kali mengadakan pameran di Jakarta (2006 Cemara6Galeri, dan 2011 BenteraBudaya). Selain itu juga mengikuti pameran di Jakarta (Museum Tekstil 2014) dan Kuala Lumpur (Museum Nasional Malaysia 2016). Dalam upayanya untuk menjadikan Songket lebih modis pihak studio mendapat dukungan melalui perancang busana Indonesia Adrian Gan yang menggunakan songketnya untuk menciptakan koleksi barunya “Eloquence of the Eighties” untuk peragaan busana di Jakarta, pada Mei 2016. Terakhir, pada tahun 2018, Bernhard mengkurasi sebuah pameran di Swiss (Kulturort Garnlager Lyssach) mengenai songket yang diproduksi oleh studionya.
Untuk informasi lebih lanjut tentang pameran ini silakan lihat di bawah acara.
Seiring berjalannya waktu, mitra Indonesia pun berganti, sehingga nama sanggar tenun pun ikut berubah: Erika Rianti (2005-2012), Sumatera Loom (2013-2015), palantaloom (2016-2022), dan sejak tahun 2023 menjadi bernama P.T. Songket Bernhard Bart. Kini, setelah mandiri, Bernhard menjalankan sanggar seperti dulu, sehingga memastikan karyanya terus berlanjut, dengan tujuan yang sama seperti awal: mengolah dan melestarikan tenun songket tradisional.